Jakarta – Majalahcsr. Indonesia ingin menjadi pusat ekonomi Islam sedunia. Hal ini didukung oleh jumlah penduduk muslim Indonesia yang menjadi terbesar di dunia.
Adalah suatu kesepakatan bersama masyarakat dunia untuk mewujudkan dunia yang terbebas dari kemiskinan, berkehidupan yang bermartabat, adil dan sejahtera, serta saling berkerjasama diantara mereka. Kesepakatan ini disebut juga sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Di Indonesia sendiri sebagai negara dengan populasi muslim terbesar didunia mempunyai potensi zakat yang cukup besar. Menurut data dari Badan Amal Zakat Nasional (Baznas), tahun 2015 potensi zakat di Indonesia mencapai Rp286 triliun, dengan jumlah zakat yang berhasil dihimpun sebesar Rp3,6 triliun.
Potensi zakat yang dihimpun pada 2016 juga mengalami kenaikan menjadi Rp5,2 triliun, kemudian tahun 2017 kembali naik menjadi Rp6,24 triliun. Bahkan pada tahun 2018 diproyeksikan akan mengalami kenaikan menjadi Rp8 triliun.
Jumlah yang tidak kecil ini tentunya bisa dimanfaatkan dan diselaraskan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Bahkan pendayagunaan zakat saat ini juga sudah meluas untuk program-program yang sifatnya stratejik seperti pemberdayaan ekonomi, sanitasi, perlindungan perempuan dan anak dan program stratejik lainnya.
Baznas dan Filantropi Indonesia sudah mendorong dan memfasilitasi peran dan keterlibatan gerakan zakat dalam pencapaian SDGs melalui platform Zakat o SDGs sejak November 2016. Namun masih ada beberapa pertanyaan, misalnya mengenai apakah penyaluran zakat bisa digunakan untuk mendanai program terkait pencapaian SDGs.

Dok. Filantropi Indonesia
Ketua Baznas, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, menyatakan bahwa Fikih Zakat on SDGs ini sangat diperlukan karena seperti yang sudah disebutkan, di lapangan para pengurus lembaga zakat masih meragukan apakah zakat bisa digunakan untuk mendanai program-program terkait pencapaian SDGs. Padahal sebenarnya tidak sulit mengaitkan keduanyanya.
Karena itu, diperlukan sebuah panduan untuk melaksanakan program-program yang didanai zakat. Seperti namanya, buku Fikih Zakat on SDGs disusun agar pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan asnaf (golongan penerima zakat) yang dikaitkan dan diarahkan dengan tujuan TPB atau SDGs.
“Pengelolaan zakat pasti akan berdampak pada pencapaian SDGs, karena tujuannya sudah pasti untuk mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Sehingga, buku ini bukan menjadi panduan dalam melaksanakan zakat, namun untuk menegaskan sesuatu yang sebetulnya sudah terjadi. Sebelum ada SDGs-pun, zakat memang ditujukan untuk masalah-masalah yang ingin diatasi dalam SDGs itu” jelas Bambang saat Peluncuran Buku Zakat on SDGs di Bappenas Senin (30/7).
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro menyampaikan apresiasi kepada BAZNAS dan Filantropi Indonesia yang telah berinisiatif untuk membantu penyusunan buku Fiqih Zakat on SDGs. “Secara khusus, saya ucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah menyelesaikan buku Fiqih Zakat on SDGs”, ujar Menteri Bambang.
Menurutnya buku ini bermanfaat sebagai referensi penting bagi para pemangku kepentingan untuk memahami pelaksanaan TPB/SDGs dari sudut pandang Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an, hadis, dan beberapa pendapat ulama. Selain itu, buku ini juga menjelaskan potensi zakat di Indonesia yang sangat besar yang dapat digunakan untuk mendukung pencapaian TPB/SDGs, seperti pemanfaatan zakat untuk program-program produktif, fisik, dan pemberdayaan.
Dewan Pengarah Filantropi Indonesia, Ern Witoelar yang juga hadir menjelaskan, zakat adalah perkembangan dari filantropi dengan kehadiran buku ini,. Dari kegiatan sebagai dana sosial keagamaan bisa dilakukan juga untuk yang lain yang juga sangat penting.
Saat ini sudah mulai banyak peningkatan untuk program pembinaan ke masyarakat, pengadaan air bersih, energi, pemberdayaan perempuan, anti korupsi dan lain-lain. Dengan kata lain, zakat menjadi sumber dana untuk mencapai SDGs dan bisa menjadi alat ukur pemberdayaan masyarakat.
Beberapa organisasi amil zakat juga banyak yang mendapatkan prestasi. Hal ini merupakan hasil dari kemitraan diberbagai bidang. “Pendekatan SDGs yang inklusif juga membuka kemitraan antar instansi, antara wilayah. Transparansi juga menjadi modal untuk mempertahankan kemitraan ini,” papar Erna.