banner
Webinar PR Meet Up 26 : Perspektif PR dan Keberlanjutan Bisnis Korporasi. Foto : Istimewa
Wawasan

Seperti ini Pentingnya Implementasi DEI di Organisasi

1339 views

MajalahCSR.id – Isu Diversity, Equality, dan Inclusion atau DEI kini makin mengemuka di organisasi perusahaan dan lembaga di Indonesia. Namun demikian, tak sedikit yang kurang memahami secara tepat apa yang dimaksud dengan ketiganya dan penerapannya di lapangan. Makna dari ketiganya diungkap oleh Dyah Indrapati, pakar di bidang DEI  dalam acara bincang diskusi PR Indonesia Meet Up #26 bertema DEI & ESG dalam Praktik di Indonesia : Perspektif PR dan Keberlanjutan Bisnis Korporasi, Jumat (18/3/2022) lalu.

Menurut Dyah, diversity adalah keberagaman. “Seberapa beragamnya  orang-orang yang berada dalam sebuah organisasi,” jelas Dyah. Adapun konteks keberagamannya dari sisi mana saja. Bisa dari etnis, gender, agama kepercayaan, dan masih banyak lagi. Yang paling penting, sebut Dyah, semakin banyak keberagaman itu bisa ditampung, maka organisasi itu disebut “divert” atau sangat mendukung keberagaman.

Lalu apa manfaat dari keberagaman ini? “Kalau kita misalnya punya orang yang beragam dalam sebuah organisasi, maka akan cukup beragam pula pemikiran yang datang dan dihasilkan di dalam organisasi tersebut,” tutur Dyah. Dikaitkan dengan korporasi, maka hal ini sangat menarik, karena akan banyak ide, perspektif yang muncul. Beragam permasalahan yang muncul dalam korporasi akan mudah dipecahkan karena sumber idenya banyak. 

Sementara Equity adakah keadilan atau kewajaran. “Pengertiannya, adalah bagaimana kita memunculkan pemikiran terhadap sesuatu bahwa itu ‘fair’, adil, setara,” jelas Dyah. Selanjutya Inclusion berpengertian bagaimana orang-orang dalam sebuah organisasi diterima dan merasa dilibatkan. 

Lantas bagaimana pengertiannya dalam dunia kerja? Menurut Dyah untuk aspek diversity, bisa dengan mudah untuk dicontohkan. Misalnya, sudah banyak perusahaan yang mempekerjakan karyawan perempuan dan pria dalam komposisi jumlah yang setara, atau terkait usia, kepercayaan, dan etnis yang juga sama.

Berbeda lagi dengan “inclusion”. Dalam pemahamannya di dunia organisasi bisnis maupun sosial, terang Dyah, pengertian inclusion berarti semua suara didengar, lalu keputusan yang diambil juga bersifat menyeluruh dan “fair” bagi semua orang yang ada dalam organisasi.  

Namun demikian, Dyah memperjelas lagi bahwa terdapat perbedaan anatara istilah equality dengan equity. Equality lebih pada keadilan pada semua pihak dengan porsi yang sama. Namun, jika tidak dikaitkan dengan fungsinya, maka justru yang terjadi dalaha ketimpangan. Dyah memetaforakan dengan tiga orang berpostur tubuh berbeda dari yang paling tinggi, sedang, dan pendek. Ketiganya menonton pertandingan olah raga dari balik pagar.

Untuk masing-masing ketiga orang itu disediakan satu peti balok yang bisa dinaiki agar pandangan pada pertandingan lebih jelas dan tak terhalang pagar. Apa yang terjadi? Pandangan yang paling pendek  tetap terhalang pagar karena balok peti tak bisa membantu posisi kepalanya lebih tinggi dari pagar. Kondisi ini disebut equality di mana setiap orang mendapatkan hal yang sama tetapi justru tak berkeadilan secara fungsi.

Ketika pengertian equity diterapkan, maka dua balok kayu diserahkan pada si postur pendek, satu bagi si sedang, sementara yang paling tinggi tak perlu balok kayu. Hasilnya, ketiganya dapat dengan leluasa melihat jalannya pertandingan olahraga. Inilah yang dinamakan equity. Keadilan yang ada pada tempatnya sesuai dengan fungsinya.

Banyak manfaat ketika konsep DEI ini benar-benar diaplikasikan di dalam organisasi bisnis atau sosial. Mulai dari ide yang beragam untuk strategi perusahaan, loyalitas pegawai yang terbentuk, termasuk rasa memiliki pegawai pada perusahaan yang menghasilkan etos kerja terbaik.  

banner