Judul Buku | : 22 Jurus Stakeholder Engagement |
Penulis | : Ditto Santoso, Giwa Giwangkara, Irpan Kadir, Yulis Sari Yeni, Karel Marthen Eramuri |
Penerbit | : MajalahCSR.id |
Tanggal Terbit | : 20 Mei 2022 |
ISBN | : 978-623-97967-8-5 |
Tebal Halaman | : 326 Halaman + xxxiv, Soft kover |
Lebar | : 15,5 cm |
Panjang | : 23,7 cm |
Harga | : Rp130.000,00 |
Sinopsis
Perusahaan telah mulai banyak yang melaksanakan inisiatif Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Sustainability (CSR), sebagai bagian dari cara untuk melakukan keberlanjutan bisnisnya. Meskipun inisiatif tersebut telah jamak dilakukan, tetapi tak semua pelaksana di internal perusahaan mampu memahami strategi dan pelaksanaannya dengan baik, terutama yang menyangkut pelibatan pemangku kepentingan atau stakeholder. Pelibatan pemangku kepentingan dan memahami caranya secara efektif adalah salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam melaksanakan program CSR demi menopang peta jalan keberlanjutannya.
Seperti judulnya, buku “22 Jurus Stakeholder Engagement” mengupas habis soal pemahaman dan cara melibatkan pemangku kepentingan. Yang jadi pertanyaan adalah, mengapa pelibatan pemangku kepentingan begitu penting bagi sebuah perusahaan atau organisasi pada umumnya? Tim penulis memberi penekanan pada sejumlah manfaat untuk menjawab pertanyaan tersebut di mana sejalan dengan yang dikemukakan GIIRS Emerging Market Assessment Resource Guide: Stakeholder Engagement, yaitu:
Membangun kepercayaan, membantu mengelola risiko, dapat memperkuat merek, bisa meningkatkan produktivitas, menimbulkan peluang strategis,mengembangkan kemitraan, serta meningkatkan investasi (hal 9 – 10). Butir-butir manfaat ini tentu sangat dibutuhkan, dalam hal ini perusahaan atau unit bisnis, dalam memulai bahkan mengembangkan kapasitas organisasi mereka untuk sekarang dan masa depan.
Lantas seperti apa jurus-jurus yang perlu dilakukan agar pelibatan tersebut sejalan dengan masalah, keprihatinan, serta aspirasi semua pemangku kepentingan? Jurus pertama adalah mengindentifikasi permasalahan atau isu. Ada 7 cara yang diterangkan secara gamblang, mudah, dan aplikatif oleh tim penulis. Salah satunya mulai dari asesmen risiko, asesmen persepsi pemangku kepentingan, pemetaan sosial, hingga mencermati regulasi yang berlaku (hal 29 – 31). Penulis dalam hal ini turut pula menerangkan contoh kasus-kasus yang terjadi, sehingga langkah-langkah itu menjadi sangat relevan baik untuk saat ini dan proyeksi ke depan. Tak hanya itu, terdapat sejumlah tips yang mencerahkan dalam penyusunan rencana dan eksekusi pelaksanaan terkait jurus-jurus yang diterangkan.
Jurus yang dilakukan pun secara runut disusun menjadi langkah-langkah strategis yang menginspirasi bahkan memandu para praktisi atau pelaku program CSR di perusahaan. Contohnya, setelah melakukan jurus pertama, maka jurus selanjutnya adalah memetakan pemangku kepentingan dan ekspektasinya (hal 37 – 49). Bagaimana memetakan pemangku kepentingan dan ekspektasinya itu? Tim penulis menyusunnya melalui tabel sederhana, tetapi dapat secara jelas memetakan persoalan sehingga hasilnya memudahkan penyusunan prioritas rencana dan aksi. Prioritas ini pula yang menjadi jurus selanjutnya yang saling kait-mengait hingga jurus ke-22.
Tidak hanya cara melibatkan pemangku kepentingan yang berasal dari luar organisasi perusahaan, tim penulis pun membahas soal bagaimana menguatkan kapasitas tim internal perusahaan pada jurus kelima. Tentu saja pelaksanaan program terkait pemangku kepentingan di luar organisasi, tak akan terlaksana tanpa dukungan kapasitas orang-orang perusahaan di baliknya. Terdapat sejumlah cara yang penulis beberkan dengan singkat dan cerdas dalam penguatan kapasitas tim ini (hal. 72 – 73). Penguatan kapasitas ini amatlah penting karena pemangku kepentingan juga salah satunya berasal dari internal perusahaan, sehingga jadi pokok jurus berikutnya terkait cara pelibatannya.
Keluhan terhadap perusahaan bukanlah bencana, melainkan respon positif. Keluhan pula yang justru mampu meningkatkan kapabilitas perusahaan. Hal ini sesuai dengan kutipan dari pebisnis populer asal Tiongkok, Jack Ma, yang mengatakan, “Di mana ada keluhan, di situ ada peluang” (hal. 86). Bagaimana keluhan (grievance) itu bisa jadi peluang positif bila dapat ditangani dan diselesaikan dengan baik, tim penulis mengilustrasikannya dengan gamblang dalam sejumlah jurus dari mulai menyediakan mekanisme penanganan keluh-kesah, melakukan konsultasi publik, terlibat dalam jejaring, relasi dengan pemimpin lokal, serta lainnya (hal 95 – 135).
Secara garis besar, pelibatan pemangku kepentingan merupakan semesta dari membangun dan menjembatani relasi dialog dan komunikasi terhadap para pemangku kepentingan itu sendiri. Adapun pemangku kepentingan itu terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu dari eksternal organisasi dan internal organisasi. Namun yang jelas, kelompok dari eksternal perusahaan jadi lingkaran yang lebih besar karena jumlah pihak yang terlibat pun lebih banyak. Buku ini membedahnya satu persatu, seperti diterangkan di atas, termasuk yang lainnya yaitu dengan melibatkan rantai pasok (hal. 153 – 162), pelibatan sebagai mitra pelaksana inisiatif CSR (hal. 163 – 170), hingga melibatkan kelompok rentan (hal. 173 – 180).
Selain berkolaborasi dengan LSM dan media (hal. 189 – 212), hal menarik lain yaitu diungkap pula soal pengoptimalan media sosial (hal. 215 – 222) yang jadi tren di era ini disertai tips praktis. Kekuatan pengaruh media sosial yang demikian kuat, perlu jadi perhatian perusahaan dengan cara mengelolanya secara tepat dan efisien. Kanal media sosial seperti Youtube, Whats Apps, Facebook, Instagram, Twitter, Linkedin, dan lainnya merupakan sarana peluang perusahaan dalam mengomunikasikan upaya keberlanjutannya.
Tak lupa juga buku ini mengupas pentingnya peran pemerintah dalam mengoptimalkan upaya pelibatan pemangku kepentingan. Pada jurus ke-18 diterangkan keharusan perusahaan berjalan seiring dengan Pemerintah disertai alasannya (hal. 231 – 241). Lalu bagaimana menghadapi pemangku kepentingan yang pasif? Buku ini juga menggalinya melalui beberapa ide tentang cara menghadapinya (hal. 243 – 250).
Tentunya setiap program harus ada penilaian untuk memperbaiki kekurangan dan memaksimalkan hasil positif dengan melakukan monitoring dan evaluasi yang turut jadi pembahasan tim penulis (hal. 269 – 275) disertai bagaimana mengomunikasikan perkembangan dan hasilnya (hal. 277 – 283). Tak ketinggalan menyertakan pembahasan rambu-rambu pemangku kepentingan dan juga cara mengelola pemangku kepentingan yang sulit (hal. 287 – 300).
Kelebihan
Buku ini merupakan pegangan praktis yang mencerahkan bagi para pelaku program CSR, keberlanjutan, komunikasi, maupun yang terkait dengan urusan public (public affairs) di perusahaan dan berbagai jenis organisasi lainnya. Bahasa yang ditulis memiliki tuturan ringan dan mudah dipahami karena disertai contoh kasus dari berbagai jenis industri, serta tips praktis yang bisa memandu pemahaman pembaca. Bagian menarik lain yaitu, sebelum uraian jurus dibahas, ada wawancara dari para pelaku keberlanjutan perusahaan yang sudah malang-melintang di bidangnya, sehingga pembaca dipandu dan dikondisikan untuk memahami jurus yang dibahas berikutnya.
Buku ini seolah berdialog dengan pembaca membongkar kesulitan yang selama ini dihadapi, sehingga ada keasyikan tersendiri saat membacanya karena persoalan yang diungkap benar-benar terjadi dan dihadapi secara nyata di lapangan. Selain itu, ilustrasi, grafis, diagram, tabel, turut mempermudah dalam memandu pembaca untuk mengenali masalah serta merumuskan solusinya. Pembahasan materi pun cukup komprehensif dalam kapasitas buku praktis.
Kekurangan
Meskipun buku ini sangat menarik, namun alangkah lebih baiknya jika ilustrasi, grafis, dan lainnya disajikan dengan tampilan yang lebih berwarna, sehingga lebih membantu imajinasi pembaca untuk memahaminya.