MajalahCSR.id – Para miliuner dunia kini punya hobi bahkan berlomba membuka bisnis baru untuk jadi yang pertama membantu manusia piknik ke luar angkasa. Richard Branson, miliuner yang tak asing lagi bagi dunia penerbangan dan pemilik Virgin Galactic, di bulan ini sukses menerbangkan pesawatnya ke luar bumi. Tindakannya ini kembali memicu pro kontra soal polusi yang disebabkan roket. Kontroversi soal polusi roket ini sebenarnya merupakan perdebatan lama sejak misi-misi awal roket diluncurkan.
Branson merupakan salah satu dari 6 orang yang terbang ke angkasa dalam rangka penerbangan ujicoba perdana perusahaannya, Virgin Galactic. Penerbangan ini memungkinkan siapa saja (yang sanggup membayar) untuk terbang mengunjungi orbit bumi seperti yang dilakukan perusahaan lain sejenis, Space X. Dengan kemajuan teknologi, biaya untuk tur angkasa ini dapat lebih murah sehingga menarik minat calon turis. Para ahli konservasi pun menjadi khawatir, jika tren ini mengundang masalah lain bagi lingkungan akibat dampak mesin roket.
Menurut Eloise Marais, professor ilmu geografi fisik di Universitas College London, satu kali penerbangan menghasilkan maksimal 3 ton karbon dioksida per penumpang. Sementara satu roket untuk empat penumpang menimbulkan 300 ton CO2. Melansir Futurism, kerosin dan metana roket mampu membakar dan merusak lapisan ozon.
Saat ini, peluncuran roket masih dalam hitungan minimal. Tahun lalu, 114 roket mencapai orbit, kondisi yang kontras dibanding dunia penerbangan yang mencapai lebih kurang 100.000 penerbangan per hari. Namun tetap saja, terjadi kenaikan jumlah peluncuran roket yang signifikan, dan diperkirakan angkanya meningkat di tahun-tahun mendatang. Yang menjadi kekhawatiran adalah, roket-roket tersebut mengeluarkan CO2, klorin dan zat kimia lain yang menemari langsung atmosfir hingga 2 atau 3 tahun mendatang.
Marais menyebut, minimnya regulasi pada industri roket merupakan masalah yang seharusnya bisa ditangani untuk membatasi polusi industri. “Kita tak memiliki regulasi yang cukup terkait emisi roket,” cetus Marais. “Kini saat yang tepat untuk bertindak (merumuskan regulasi), sementara para miliuner masih membeli tiket perjalanan mereka.”