Jakarta – MajalahCSR. Filantropi Indonesia akan melakukan pilot project sebagai model atau skema pembiayaan perlindungan yang merupakan bagian dari perlindungan dan kesejahteraan bagi penggiat filantropi dan volunter. Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin mengatakan bahwa rencana ini diharapkan memudahkan serta tidak memberatkan organisasi sosial dengan kerjasama antara Indorelawan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Jika target telah tercapai, model tersebut akan diaplikaskan ke yayasan dan organisasi lainnya,” ujarnya akhir februari 2017.
Maria Anik Wusari dari Yayasan Sosial Indonesia Untuk Kemanusiaan mengatakan bahwa yayasan ini telah peduli dengan nasib relawannya terutama tentang perlindungan hari tua. Berdasarkan UU Pasal 28 mengenai hak hidup, terutama pasal 28 H dan 28 I dinyatakan bahwa bahwa pembela HAM atau penyitas HAM juga berhak mendapatkan jaminan sosial.
Dipaparkan Maria, Yayasan IKA telah banyak bergerak dalam bidang perjuangan jaminan sosial bagi kelompok-kelompok yang mengalami korban konflik politik pada masa lalu, salah satunya adalah para penyitas peristiwa 65. IKA sendiri memiliki Lembaga perlindungan saksi dan korban.
Dalam kegiatan dan operasionalnya LSM sangat tergantung dari donor untuk sumber dananya. Hal ini juga turut mempengaruhi kurangnya kepedulian terhadap jaminan sosial pekerja sosial, karena tidak tersedianya dana. Sistem kerja di mayoritas LSM adalah tidak adanya kontrak pekerja, yang nanti berpengaruh pada tidak adanya jaminan kesehatan.
Untuk penyitas/korban peristiwa 65, kebanyakan mereka tidak memiliki Kartu Keluarga karena keberadaan mereka yang tidak diakui atau disembunyikan oleh keluarga mereka sendiri, sementara salah satu syarat untuk mendapatkan BPJS Kesehatan adalah memiliki KK. Menurutnya, hal ini harus dapat dicari solusinya.
Bagi Indorelawan dalam dunia pekerja organisasi sosial, asuransi sosial merupakan fokus terakhir atau yang terlupakan. Bahkan pekerja di Indorelawan pun belum memiliki BPJS.
Berbeda dengan di luar negeri seperti pekerja Palang Merah Internasional, para relawan dan volunter telah terjamin asuransinya. Di sisi lain tidak semua organisasi di Indonesia yang bekerja sama dengan relawan memiliki status hukum.
Masalah ini berpengaruh terhadap aturan perlindungan terhadap relawan. Jikapun ada asuransi untuk relawan, mekanismenya masih membingungkan. Karena periodesasi program kegitan kerelawanan yang berbeda-beda, ada yang memiliki jangka panjang ada pula yang jangka pendek.
“Masalah Indorelawan untuk sekarang ini yang belum dapat terselesaikan berkaitan dengan relawan adalah organization responsible,” ujar Marsya Anggia dari Indorelawan.
Subhan Nugroho dari BPJS Ketenagakerjaan menjelaskan pentingnya jaminan sosial, karena tidak kebalnya manusia kepada 4 hal, yaitu ; sakit, meninggal, hari tua, dan kecelakaan. Negara hadir dalam situasi tersebut dan diperkuat dengan konvensi ILO No.102 tahun 1952 dan UU No 24 Tahun 2011 Pasal 14.
Peserta BPJS Ketenagakerjaan dibagi dalam 3 kategori, pertama penerima upah. Melingkupi empat program yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
Kedua bukan penerima upah. Melingkupi 3 program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua. Terakhir program khusus jasa kontruksi, yang lebih mengarah pada perlindungan terhadap resiko kegagalan proyek.
Solusi
Andry dari Buddha Tzu Chi mempertanyakan nasib Volunter Buddha Tzu Chi termasuk kedalam kategori yang mana dalam BPJS, penerima upah atau tidak. Karena volunteer tidak menerima upah.
Dalam permasalahan kali ini, dijelaskan bahwa untuk Yayasan masuk ke dalam penerima upah. Sementara volunteer didaftar melalui kategori bukan penerima upah.
Cristian dari Danamon Peduli juga bingung akan tenaga kerjanya yang berjumlah 20, tapi tidak semuanya berdomisili di Jakarta. Namun persoalan pengurusan BPJS ini dapat dilakukan oleh kantor pusat.
Sedangkan bagi PKBI yang bekerja di 26 provinsi, dan memiliki banyak volunteer, pengurusannya bisa di masing-masing provinsi dengan syarat KTP. Setelah volunteer didaftarkan dan dibayarkan iurannya, akan langsung aktif. Cara lain, para volunteer tersebut dapat didaftarkan oleh kantor pusat PKBI.
Bagi pekerja borongan yang termasuk kategori pekerja, perbedaannya hanya dalam jumlah iuran. Pertanyaan Risky dari Trade Union Rights Centre ini merupakan tanggung jawab dari pemberi pekerjaan.
Bagi para asisten rumah tangga atau pembantu juga bisa didaftarkan oleh majikannya. Sehingga mereka termasuk kedalam bukan penerima upah.
Sarjo dari IKA mempertanyakan, bagaimana jika seseorang sudah daftr BPJS Ketenagakerjaan, kemudian dia keluar, apakah bisa diteruskan?
Ternyata, jika ada tenaga kerja berhenti kerja, maka dia bisa langsung mengklaim manfaat. Apabila dia berwirausaha maka dia dapat membayarkan iurannya sendiri.
Sementara jika dia berpindah pekerjaan maka akan dilanjutkan oleh perusahaan barunya untuk iurannya. Sehingga walaupun relawan hanya bekerja 1 hari, tapi dia juga harus didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan yang akan berlaku untuk 1 bulan.
Namun jangan sampai tidak mendaftarkan BPJS bagi pekerja. Perda 86 tahun 2013 mengatur sanski administratifnya, dan BPJS ketenagakerjaan dapat memberikan rekomendasi kepada pemda untuk mencabut izin operasi kerja.