Jakarta – Majalahcsr. Pada tahun 2015 Sustainable Development Goals (SDGs) disepakati dalam konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk diadopsi para anggotanya. Keberadaan SDGs ini untuk lebih merinci tujuan pembangunan berkelanjutan setelah Millenium Development Goals (MDGs) tidak tercapai. Sehingga SDGs adalah bentuk kesempurnaan dari MDGs.
SDGs ini membahas lebih detail untuk menuntaskan seluruh indikator yang ingin dicapai. Satu yang harus dipahami bahwa Negara yang mempunyai lebih banyak angka kemiskinannya tidak boleh hanya menjadi pasar. Negara maju juga harus turut serta menghapuskan kemiskinan.
“Prinsip pelaksanaan SDGas adalah universal, integration dan no left behind,” ujar Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta dalam kelas Executive Program for Sustainable Partnership (EPSP), Rabu (7/3).
Indonesia sendiri telah meratifikasi SDGs melalui Perpres no.59/2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan berkelanjutan. Dari sini kemudian diturunkan kembali menjadi Rencana Aksi Nasional (RAN) yang berasal dari 4 pilar SDGs yaitu pembangunan sosial, pembangunan ekonomi, pembangunan lingkungan, pembangunan hukum, dan tata kelola yang baik.
Sayangnya masih banyak yang melupakan tata kelola yang baik saat menuju tujuan bersama ini. Misalnya Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN) untuk subsidi pupuk diberikan langsung ke Pupuk Indonesia untuk diberikan sebagai subsidi.
Penyaluran pupuk bersubsidi ini rentan kebocoran atau tidak tepat sasaran. Contohnya, belum tentu yang membeli adalah petani. Bisa jadi industri pertanian ikut membeli pupuk subsidi. Menurut Arif hal seperti ini yang perlu dibenahi agar tujuan awal tercapai.
“Somalia, yang sudah adem ayem tiba-tiba kisruh kembali karena sistem kenegaraannya rentan, mengingat disana terdiri dari berbagai suku,” jelasnya.
Menurut Direktur Transparency International, Huguette Labell pada tahun 2013, tata kelola yang baik penting agar tidak terjadi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan.
Dampak korupsi bersifat pribadi dan sangat menghancurkan. Oleh kerena itu tata kelola dan korupsi dijadikan landasan kebijakan yang menargetkan masalah pendidikan, kemiskinan, kesehatan, air dan pembangunan lainnya.
Ada 8 prinsip tata kelola yang baik menurut PBB, yaitu partisipasi, supremasi hukum, adil dan inklusif, efektif dan efisien, responsif, transparansi, berorientasi konsensus, akuntabel, transparansi. Namun menurut Arif bisa saja salah satu prinsip yang dikunci untuk menuju pengimplementasian prinsip yang lain.
“Tantangannya adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah. Karena representasi anggota PBB adalah negara-negara,” tukasnya.