banner
Dok. Menlhk.go.id
Berita

Menteri LHK Akan Verifikasi Usulan Hutan Adat

1384 views

Jakarta – Majalahcsr. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan segera melakukan terobosan yang cukup berani sehubungan dengan percepatan program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS). Hutan ada seluas 2,2 hektar yang dikuasai oleh 152 komunitas akan segera diverifikasi.

Verifikasi seluruh usulan ini adalah dengan mengambil sampel 20 persen dari total luas usulan. Terobosan ini akan dibahas dalam rapat koordinasi percepatan pencapaian RAPS pada November mendatang.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Siti mengatakan, untuk calon hutan adat dengan seluruh persyaratan yang sudah lengkap, KLHK akan memverifikasi seluas 107,2 ribu hektare yang dikelola 28 komunitas. Sedangkan untuk kelompok hutan adat yang belum memiliki persyaratan seperti peraturan daerah (Perda) atau surat keputusan kepala daerah mencapai seluas 1,5 juta hektare yang diakses sebanyak 49 komunitas.

Sedangkan usulan hutan adat yang belum dilengkapi profil masyarakat adat mencapai seluas 285 ribu hektare yang dikelola 21 komunitas adat. “Pertanyaannya itu bagaimana jalan keluarnya bagi masyarakat adat yang belum memiliki peraturan daerah seperti yang disyaratkan,” ujar Siti di Jakarta, seperti yang dikutip Greeners.co, Selasa (31/10).

Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Simbolinggi, sempat mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan konflik masyarakat adat. Dikatakannya ada 5,6 juta hektare usulan hutan adat yang ada di dalam kawasan hutan negara dan seluas 1,75 juta hektare di luar kawasan hutan, tapi peta usulan dari pihaknya belum ditindaklanjuti.

Program RAPS memang sengaja dirancang pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Pemerintah berkomitmen mendistribusikan lahan seluas 9 juta hektare lewat program Reforma Agraria dan akses terhadap 12,7 juta hektare hutan lewat program Perhutanan Sosial.

“Saya mengapresiasi kehadiran negara dalam menetapkan 16 ribu hektare hutan adat, meski angka tersebut masih sangat kecil,” paparnya.

Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan, Noer Fauzi Rachman, mengatakan, pemerintah memang sudah berkomitmen untuk mewujudkan hak-hak rakyat atas tanah dan memperbesar kemampuan rakyat dalam memeroleh akses pada sumber daya di kawasan hutan negara. Namun untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat yang langsung, luas dan aktif dengan wadah dan tata cara yang cocok sehingga tidak bergantung pada kualitas keberpihakan pejabat pemerintah, baik pusat dan daerah.

“Peta indikatif alokasi kawasan hutan untuk penyediaan sumber tanah obyek reforma agraria, dan peta indikatif areal perhutanan sosial adalah alat pemerintah dalam bentuk SK Menteri LHK yang harus disambut dengan pembentukan cara-cara baru dari pemerintah daerah,” jelas Noer.

Cara-cara tersebut, lanjutnya, antara lain dengan mengorganisir desa, masyarakat adat dan lokal lainnya untuk identifikasi, pemetaan dan pengusulan dari bawah. Menurutnya legalitas, redistribusi tanah, serta perhutanan sosial bukan hanya pengurusan legalitas hak dan perolehan izin.

Hal ini adalah suatu permulaan dan merupakan landasan untuk tata guna tanah berkelanjutan, serta sistem produksi yang mampu membuat rakyat menjadi lebih baik kondisi ekonomi dan ekologinya.

Sebagai salah satu bentuk komitmen dalam memastikan program perhutanan sosial agar aman dan tepat sasaran, pemerintah melalui KLHK sendiri telah membentuk Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) yang terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi dan para pihak yang berkaitan dengan perhutanan sosial.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Hadi Daryanto, menjelaskan bahwa Pokja PPS ini bertugas untuk melakukan sosialisasi, memfasilitasi, dan memberikan pendampingan kepada masyarakat sasaran sampai ke tingkat tapak; untuk melakukan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lestari dan pengembangan usaha; serta membantu pemerintah dalam memverifikasi permohonan pemberian akses.

Selain itu, Hadi menerangkan bahwa keberadaan Pokja PPS berfungsi sebagai wadah belajar bersama tentang perhutanan sosial dengan mengembangkan sekolah lapang, serta membantu pemerintah dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program perhutanan sosial.

“Saat ini telah terbentuk 21 Pokja PPS Provinsi yang disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur, 5 Pokja PPS sedang proses pengesahan, dan di 8 provinsi masih dalam proses pembentukan. Dari ke 21 Pokja PPS yang telah terbentuk, sebanyak 8 Pokja PPS telah menyusun rencana kerja,” pungkasnya.

Sebagai informasi, capaian Perhutanan Sosial sampai saat ini adalah 1.079.137,07 Ha yang terdiri dari 268 unit Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) seluas 494.600,83 Ha, 633 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) seluas 255.741,67 Ha, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) sebanyak 2.845 unit seluas 236.906,90 Ha, dan Kemitraan Kehutanan sebanyak 168 unit seluas 77.652,43 Ha. Sedangkan untuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) telah terdata sebanyak 8 unit seluas 5.439,9 Ha dan Hutan Adat sebanyak 10 unit seluas 8.795,34 Ha.

 

banner