banner
llustrasi Storytelling. Gambar : Istimewa/bbggadv.com
Wawasan

Mengapa Storytelling Penting untuk Ekonomi Sirkular?

820 views

MajalahCSR.id – Lingkungan kita adalah susunan sistem yang menakjubkan, mendukung cara hidup, bagaimana cara kita bepergian, berhubungan, dan berkembang. Meski begitu, sistem yang kompleks dan rumit ini dibayangi kegagalan akibat perubahan iklim, kerusuhan sosial, dan pergolakan politik yang semakin sering terjadi.

Kita sudah mencapai titik untuk mengubah sistem yang kita desain, bangun, dan jalankan. Kita tidak bisa membuat model baru untuk perubahan sementara fondasinya rapuh. Kita butuh ‘cerita baru’ agar semua perubahan itu berjalan.

Coreo adalah perusahaan peraih penghargaan yang melakukan edukasi dan pendampingan bagi industri dan pemerintah terkait program ekonomi sirkular pada level strategis dan operasional. Oleh karena ekonomi sirkular merupakan pengertian sistematis, dibutuhkan kerja sama dengan seluruh sektor ekonomi global, termasuk pertambangan, pertanian/perkebunan/peternakan, edukasi, pariwisata, konstruksi serta properti.

Coreo sudah bekerja sama dengan berbagai lembaga ternama dunia yang menjalankan ekonomi sirkular termasuk Rio Tinto, BHP, Lendlease, dan Kota Sidney, Australia. Melalui beragam pengalaman itu, ada satu benang merah yang mengemuka, semua berawal dari cerita yang menginspirasi dan mencerahkan.

Cerita adalah hal penting karena bisa membuat kita berimajinasi secara kolektif dan bekerja secara kolaboratif, dua pijakan utama dalam upaya transisi menuju ekonomi sirkular.

Namun, mengapa ekonomi sirkular begitu penting, bagaimana jika hal ini sebenarnya tak begitu penting?

Baiklah, kita mulai dari awal, mari kita singkirkan sistem yang sudah mandarah daging: ekonomi linier. Ekonomi linier adalah sebuah struktur cara untuk ‘mengambil dan membuang’. Realisasinya, mengambil barang mentah, lalu mengubahnya menjadi produk pakai sampai akhirnya habis lalu dibuang sebagai limbah.

Apa yang para ahli dan warga biasa ketahui adalah bila ekonomi linier ini tak tergantikan, bumi akan mencapai satu titik di mana kehilangan kapasitas yang membuatnya tetap berkelanjutan.

Dalam pengertian sebaliknya, ekonomi sirkular adalah soal integrasi dalam umpan balik dan sinergi. Ini merupakan model ekonomi yang ditujukan untuk pemulihan atau regeneratif.

Ekonomi sirkular dibangun dari beragam  teori dan ilmu, sehingga sedikit samar dan masih bisa disempurnakan. Agar lebih bisa dipahami, dan memastikan bahwa cerita yang kita bagi kepada yang lain soal masa depan ini mengakar ke dalam pemahaman, di bawah ini ada 5 mitos ekonomi sirkular yang harus dikoreksi.

Bagan Diagram : Coreo

Mitos Pertama : Ekonomi Sirkular adalah Tentang Manajemen Limbah

Dalam ekonomi sirkular, limbah dimusnahkan melalui cara yang lebih baik, alih-alih merangkai cerita soal memanfaatkan limbah yang dilakukan. Ekonomi sirkular lebih fokus pada inovasi hulu, bukan pengelolaan limbah semata. Di sini perlu diperjelas perbedaan antara mendesain dari sampah dan mendesain produk yang seminimal mungkin menghasilkan sampah.

Mitos Kedua : Ini Hanya Soal Daur Ulang Semata

Fokus dari ekonomi sirkular adalah merawat produk, komponen dan material pada kondisi sebaik mungkin sehingga bisa digunakan selama mungkin. Hal ini bisa dicapai melalui pemakaian kembali, memperbaiki, memperbaharui, dan strategi membangun ulang. Mendaur ulang hanya bagian dari proses ekonomi sirkular, dan menjadi salah satu opsi terakhir jika pilihan lain tak memungkinkan.  

Mitos Ketiga : Efisiensi adalah Jawaban

Upaya keberlanjutan yang lama haya berfokus pada taktik efisiensi – mengurangi penggunaan bahan dan energi dalam proses produksi agar mengurangi dampak lingkungan. Strategi yang dipusatkan mengurangi dampak negatif dari aktivitas – atau membuatnya kian efisien – hanya bisa sebatas itu. Kita butuh memastikan jika sistem juga efektif, tak sekedar efisien. Perlu diingat, ini bukan hanya soal mengurangi keburukan, melainkan juga soal memperluas kebaikan.

Mitos Keempat :  Ekonomi Sirkular Sekedar Kata Ganti yang Indah untuk Berkelanjutan

Ekonomi sirkular memiliki perbedaan yang mendasar dari ekonomi industri berpola lama, ekonomi linier. Pusatnya pada transformasi industri dan perubahan level sistem, yang mengacu pada inspirasi alam dibanding aksi individual karena perasaan bersalah. Ini perkara mendesain sesuatu yang berbeda dari awal dibandingkan memitigasi dan meredam dampak produk yang sudah dibuat. Kalimat jelasnya: Keberlanjutan atau sustainability adalah kondisi yang bakal kita capai, sementara ekonomi sirkular memberikan kita kendaraan untuk menuju ke sana.

Mitos Kelima : Limbah ke Energi adalah Bagian Ekonomi Sirkular

Di banyak negara, insinerasi – proses pembakaran limbah seperti plastik untuk menghasilkan energi – dilihat sebagai cara yang bernilai. Tapi mari diperjelas: insinerasi masal bukan bagian dari sistem yang baik. Sebagai contoh, kasus plastik, membutuhkan sumber energi lain (minyak), untuk mengubah limbah menjadi produk yang bermanfaat (energi) dan digunakan dalam waktu singkat.

Demi menghasilkan energi dengan menggunakan energi lain, bukanlah contoh proses yang sangat bernilai. Proses limbah ke energi juga nyatanya membuat kota, wilayah, bahkan negara terperangkap dalam siklus kebutuhan pasokan limbah yang stabil dan terus menerus agar pabrik insinerasi terus berfungsi. Alih-alih mengurangi sampah, menjadikannya tetap ada bahkan bisa bertambah.

 

Sejarah mengajarkan, bahwa perubahan nilai dipicu oleh adanya cerita baru terkait apa yang diinginkan dalam hidup. Kita butuh memastikan bila keseluruhan cerita soal transisi ke ekonomi sirkular ini tersampaikan. Hal ini lantaran kesempatan transformasi perubahan sangatlah besar, jika kita berani melangkah ke dalam persoalan.  

 

Artikel ini dialihbahasakan dari sumber ini. Artikel asli ditulis oleh Jaine Morris, Co-Founder dan COO Coreo.

banner