banner
Limbah Kemasan Plastik. Foto : Matt Rath / Chesapeake Bay Program
Wawasan

Kertas atau Plastik? Sama Saja, Penggunaan Sekali Pakai Bisa Merusak Bumi

1978 views

MajalahCSR.id – Bumi sekarang merupakan tempat tinggal yang rapuh karena ada dua kondisi krisis yang mengancam : hilangnya keberagaman hayati yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan terjadinya perubahan iklim. Sejumlah spesies tiba-tiba berkurang dan hilang, menunjukkan menunjukkan rusaknya eksistensi kehidupan yang lebih cepat daripada kemampuan kita untuk memperbaiki. Termasuk juga peristiwa pemanasan global yang kini sulit terbendung.

Itu semua terjadi bila para pemimpin dunia dan perusahaan tidak tahu atau tidak peduli bahwa laut dan ekosistem hutan sangat penting bagi kelangsungan bumi dan kehidupan mahluk termasuk manusia. Hutan adalah rumah bagi 80% keragaman hayati dan mampu mereduksi 30% karbon agar iklim bumi menjadi stabil. Terlebih hutan pula yang menjadi sumber air bersih dan penjernih udara. Demikian pula laut yang mampu menyimpan dampak buruk karbon dioksida, serta isinya yang menyediakan sumber pangan.

Foto : Canopy

Bahkan, selain kita dengan sadar atau tanpa sadar merusak lingkungan yang berharga ini dengan polusi dan deforestasi, juga memperburuk kondisi dengan perilau yang disebut produk sekali pakai.  

Untuk merespon hal ini, pegiat lingkungan global yang berasal dari 188 kelompok lingkungan telah meminta pemilik kebijakan dan pelaku bisnis untuk mengubah sistem mereka terkait produk plastik dan kertas sekali pakai. Produk seperti wadah makanan, peralatan makan, cangkir dan botol sekali pakai (yang tak dapat didaur-ulang), dan kemasan adalah deretan penyumbang utama 2 miliar ton limbah dari manusia per tahunnya. Tentu saja dampaknya sangat buruk bagi lingkungan, keberlangsungan alam bebas, bahkan kemaslahatan manusia itu sendiri.

Mengutip dari intelligetliving, jika berpaling ke belakang, budaya konsumerisme memanfatkan produk sekali pakai mulai tumbuh pesat sejak dekade 1970-an. Dan sejak itu, volume limbah diperkirakan meningkat 70% secara global pada 2050 mendatang.

Saat limbah produk sekali pakai tidak bisa didaurulang secara efektif, akan menimbun tempat akhir pembuangan sampah, dibakar, atau salah kelola, yang berakhir pada masalah lingkungan. Sementara warga yang tinggal dekat dengan lahan pembuangan, kian tercemari. Limbah mengontaminasi udara, tanah, air dan sumber pangan dengan zat berbahaya.

Limbah Plastik di Perairan. Foto : Zikri Maulana/SOPA Images/ Light Rocket via Getty Images

Plastik seperti diketahui, adalah hasil dari ekstraksi bahan bakar fosil. Sebelum dan sesudah menjadi limbah, plastik diketahui mengandung mikropartikel yang bahkan bisa ditemukan di pelosok bumi. Mikropartikel ini yang kerap dikhawatirkan bisa membahayakan mahluk hidup, meskipun dampaknya masih dalam penanganan riset. Dalam proses produksinya pun plastik dicap sebagai pemicu emisi.

Hal yang tak jauh beda terjadi pada kertas. Dalam proses pembuatannya berkontribusi pada munculnya emisi karbon. Di sisi lain, bahannya yang terbuat dari kayu mendorong eksploitasi besar-besaran pada hutan sebagai penyerap karbon dan terancamnya habitat mahluk hutan.  

Disebutkan, 3 miliar batang pohon ditebang tiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan kertas global terutama untuk produk pengemasan. Jumlah itu diperkirakan bertambah 20% dalam lima tahun ke depan.

Kertas maupun plastik sekali pakai sama-sama menimbulkan masalah bagi lingkungan. Proses produksi mereka membutuhkan energi, bahan kimia, dan air yang sama-sama dalam jumlah yang besar.

Habitat Laut yang Mati dengan Limbah dalam Perutnya. Foto : NRDC

“Ini adalah waktu yang krusial untuk kita untuk menuntut perusahaan dan industri yang memicu polusi global dan krisis iklim untuk mengambil langkah (penyelamatan). Kita butuh melihat perubahan secara radikal bagaimana barang yang digunakan  bisa memakai kemasan yang tak perlu menncemari dan membahayakan lingkungan,” harap  Von Hernandez, Koordinator Aksi Break Free From Plastic (BFFP) global.

Sementara itu, Scot Quaranda, Direktur Komunikasi Dogwood Alliance, mengatakan, mengonfrontasikan kertas versus plastik adalah pemahaman yang salah.

“Selama ini plastik memang mengontaminasi lingkungan. Namun mengeksploitasi kertas yang artinya lebih banyak kayu hutan digunakan juga keliru karena membahayakan pertahanan kita melawan perubahan iklim: kelestarian hutan, serta mengancam komunitas warga di lingkungan pabrik oleh polusi yang dihasilkan,” cetus Scot.

Dengan demikian, untuk mencapai kesepakatan Paris, dan target keragaman hayati, serta merujuk pada hak asasi manusia yang universal, perlu upaya kolektif masing-masing untuk menemukan produk yang bisa mengurangi limbah. Banyak solusi yang sudah ditemukan dalam komunitas tertentu, namun masih dalam skala kecil. Perlu perluasan skala upaya sehingga dampak pun bakal terlihat secara signifikan.

Transformasi yang dilakukan pun diterapkan mulai produksi hingga konsumsi akhir yang mengedepankan ekonomi sirkular untuk menyelatkan planet ini.   

banner