Jakarta – Majalahcsr. Masalah gizi buruk bayi di Indonesia menjadi ancaman bagi generasi penerus bangsa. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa bahkan menyebutkan bahwa gizi buruk ini berasal dari ketidak mampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan si jabang bayi.
Dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bayi merupakan usia emas bagi tumbuh dan kembang anak. Agar anak-anak Indonesia yang akan menjadi harapan masa depan bangsa tersebut tumbuh cerdas dan sehat, bayi harus mendapat asupan gizi cukup sejak dalam kandungan (270 hari) hingga berusia dua tahun (730 hari). Namun kenyataannya, seperti yang dilansir Katadata.co.id, anak-anak Indonesia justru mengalami kekurangan gizi saat usia dini.
Dari hasil Pemantauan Status Gizi 2016, terdapat 17,8 persen bayi usia di bawah lima tahun (Balita) mengalami masalah gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U). Jumlah tersebut terdiri atas bayi dengan usia 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk mencapai 3,4 persen dan yang mengalami gizi kurang 14,4 persen.

Dok. tempo.co
Sementara bayi usia di bawah dua tahun (Baduta) yang mengalami masalah gizi mencapai 14,9 persen. Angka tersebut terdiri atas bayi usia 0-23 bulan yang mengalami gizi buruk 3,4 persen ditambah bayi yang mengalami gizi kurang mencapai 11,8 persen.
Penurunan kemiskinan bukan hanya menjadi target Sustainable Development Goals (SDG), tapi juga target pemerintah. “Bagaimana kita bisa menurunkan kemiskinan dan kesenjangan secara terukur,” ujarnya dalam Temu Nasional Filantropi dan Dunia Usaha pada Oktober lalu di Jakarta.
Khofifah menambahkan, Pemerintah pun menambah dari penerima 6 juta menjadi 10 juta penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Dijelaskannya, PKH dari berbagai survey menjadi hal yang paling signifikan untuk menurunkan kemiskinan dan GD rasio.
PKH merupakan program perlindungan sosial melalui pemberian uang non tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki ibu hamil/nifas/menyusui, dan/atau memiliki anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, dan/atau memiliki anak usia SD dan/atau SMP dan/atau anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar.
Dalam website Kemsos.go.id dijelaskan, tujuan PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan dari kelompok paling miskin.

Dok. Kemsos.go.id
Sejak tahun 2012, untuk memperbaiki sasaran penerima PKH, data awal untuk penerima manfaat PKH diambil dari Basis Data Terpadu hasil PPLS 2011, yang dikelola oleh TNP2K. Sampai dengan tahun 2014, ditargetkan cakupan PKH adalah sebesar 3,2 juta keluarga.Sasaran PKH yang sebelumnya berbasis Rumah Tangga, terhitung sejak saat tersebut berubah menjadi berbasis Keluarga.
Perubahan ini untuk mengakomodasi prinsip bahwa keluarga (yaitu orang tua–ayah, ibu–dan anak) adalah satu orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan masa depan anak. Karena itu keluarga adalah unit yang sangat relevan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam upaya memutus rantai kemiskinan antar generasi.
Beberapa keluarga dapat berkumpul dalam satu rumah tangga yang mencerminkan satu kesatuan pengeluaran konsumsi (yang dioperasionalkan dalam bentuk satu dapur). PKH diberikan kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM). Selanjutnya pada tahun 2016 Peserta PKH ditambahkan 2 kategori yaitu penerima bantuan untuk Lanjut Usia diatas 70 Tahun ke atas dan Bantuan penyandangan disabilitas berat.
Bantuan tetap kepada Peserta PKH sebesar Rp. 500.000/tahun (tidak diperuntukkan bagi penyandang disabilitas berat dan lanjut usia). Untuk Peserta PKH yang memiliki anak dibawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas/menyusui, bantuan tambahan yang diterima adalah sebesar Rp. 1.200.000/tahun.
Kemudian, bagi Peserta PKH yang memiliki anak peserta pendidikan setara SD/MI akan memperoleh tambahan bantuan sebesar Rp. 450.000/tahun, bagi Peserta PKH yang memiliki anak peserta pendidikan setara SMP/MTs akan memperoleh bantuan sebesar Rp. 750.000/tahun dan bagi Peserta PKH yang memiliki anak peserta pendidikan setara SMA/MA/sederajat akan memperoleh bantuan sebesar Rp. 1.000.000/tahun. Bagi penerima bantuan penyandang disabilitas berat akan memperoleh 3.600.000/Tahun, dan bagi penerima bantuan lanjut usia di atas 70 tahun akan memperoleh 3.600.000/Tahun.

Dok. cpns.info
Gizi Buruk
Sekitar 14 persen bayi di DKI Jakarta kualitas gizinya di bawah normal. Laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta 2016 menunjukkan bahwa 11,2 persen bayi menderita kurang gizi dan 2,8 persen mengalami gizi buruk. Dalam data yang dilansir oleh Katadata.co.id dipaparkan, 78 persen bayi di Ibu Kota status gizinya normal dan 7,5 persen justru gizinya berlebih.
Pada 2005, bayi dengan kualitas gizi buruk mencapai 7,3 persen, kemudian berkurang menjadi 2,9 persen pada 2007 dan kembali turun menjadi 2,6 persen pada 2010. Namun, pada 2013 justru kembali meningkat menjadi 2,8 persen.
Status gizi bayi DKI Jakarta pada 2003 dan 2005 berdasarkan hasil survei Garam Yodium. Sementara pada 2007, 2010, dan 2013 berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar.