MajalahCSR.id – Kesuksesan vaksin COVID-19 merupakan hal krusial untuk mengembalikan ritme kehidupan yang normal usai berbulan-bulan dihantam pandemi. Namun, ada sejumlah hal yang harus diwaspadai terkait vaksin. Ada senyawa kimia dalam produk sehari-hari ditenggarai bisa menurunkan efektivitas vaksin.
Senyawa kimia dimaksud bernama per-polyfluoroalkyl (PFAS). Zat kimia buatan ini sering ditemukan di panci anti lengket, baju anti air, hingga kotak pizza. Zat yang sama juga disebut pemicu berbagai gangguan tubuh dan penyakit, mulai dari kerusakan hati, menurunkan kesuburan, sampai penyebab munculnya kanker.
Di sisi lain, ahli kesehatan sudah mewanti-wanti bahwa zat kimia ini sangat berpotensi mengurangi keampuhan vaksin. Hambatan ini seolah-olah jadi bayang-bayang negatif upaya para ahli selama berbulan-bulan untuk menemukan vaksin anti COVID-19 yang paling tokcer.
“Pada tahapan ini kita belum sepenuhnya berhasil mengungkap dampak zat kimia tersebut terhadap vaksin corona, tapi ini sangat berpotensi,” kata Phillippe Grandjean, seorang professor ahli kesehatan lingkungan di Departemen Kesehatan Publik, Harvard School. “Kita sedang mengusahakan yang terbaik, mencegah hal itu tidak terjadi,” ujar Grandjean.
Grandjean, dikutip dari The Guardian, memimpin riset dan menemukan fakta bahwa anak-anak yang terekspos PFAS konsentrasi antibodinya menurun setelah diberikan vaksin dipteri dan tetanus. Riset lanjutan yang melibatkan orang dewasa pun memberikan fakta yang sama. Sementara itu, Grandjean dalam riset lain menyebut varian dari PFAS yang disebut perfluorobutyrate (PFBA) jika terakumulasi di paru-paru, akan memperparah kondisi pasien COVID 19.
Sebelumnya, perusahaan tekno biologi asal Jerman BioNTech dan perusahaan farmasi raksasa asal AS, Pfizer, menyampaikan pesan optimismenya terkait vaksin mereka yang dalam tahap ujicoba. Mereka mengklaim vaksin tersebut 90% efektif melindungi orang dari virus COVID-19, sehingga penggunaannya diharapkan bisa menghilangkan hantu pandemi yang muncul sejak awal tahun.
Vaksin Pfizer didesain berdasarkan pesan materi genetis RNA dan belum ada kepastian jika kontaminasi PFAS bisa memperlemah kemanjurannya terhadap pasien. Namun beberapa vaksin lain yang diformulasikan menghadang “duri” protein virus COVID-19 yang mirip dengan vaksin tetanus dan difteri, dikhawatirkan tak berdampak pada orang-orang yang terpapar PFAS.
“Masyarakat yang tubuhnya mengandung kadar PFAS tinggi, adalah golongan yang tak terlindungi dan daya tahan tubuhnya sangat rendah setelah divaksinasi difteri dan tetanus,” terang Grandjean. “Jadi bila vaksin COVID mirip dengan vaksin tersebut, PFAS akan menghalangi respon vaksin. Kami belum tahu mengapa hal ini bisa terjadi.”