banner
Ilustrasi CSR. Grafis : Freepik
Wawasan

Bagaimana Tepatnya Praktik CSR Itu? (3)

1082 views

 

Artikel ini merupakan bagian terakhir dari pembahasan sebelumnya yang bersumber dari pakar dan profesional CSR, Ditto Santoso. 

MajalahCSR.id – Pada Peraturan Menteri KLHK No.1 Tahun 2021, memperlihatkan peraturan ini tidak sekedar membahas pemberdayaan masyarakat dan konservasi lingkungan saja, melainkan juga ada tanggap bencana dan inovasi sosial. Di peraturan ini perusahaan atau organisasi diminta untuk mengukur dampak. “Metode yang direkomendasikan biasanya adalah SROI atau Social Return on Investment.”

Melanjutkan fenomena yang ketiga bahwa CSR dianggap tidak memiliki departemen yang jelas, Ditto mengatakan, apabila kerjaannya hanya sekedar menunggu proposal masuk agar menjadi program sambil nongrong di warung kopi, bisa jadi anggapan itu benar. Makanya menurut Ditto, nongkrong yang dilakukan pun harus jelas tujuannya, harus menjadi bagian dari “stakeholdering engagement”.

Merujuk kembali pada ISO 26000 : 2010, hal yang pertama kali dilakukan dalam program CSR adalah mengalisis isu bisnis, sosial, dan lingkungan perusahaan/organisasi. Caranya cukup banyak, sebut Ditto, dengan melakukan identifikasi dan pemantauan berkala.

Untuk risiko operasional bisnis, bisa dengan asesmen risiko, asesmen pemangku kepentingan (stakeholder), dan register keluh kesah. Sementara bagi risiko sosial, melalui asesmen dampak sosial ekonomi, asesmen penghidupan berkelanjutan, asesmen HCV dan HCA, asesmen cultural heritage, asesmen indigenous people (masyarakat adat), dan sebagainya. Terakhir untuk risiko lingkungan, melalui regulasi pemerintah dan standar industri masing-masing.

Pentingnya kolaborasi

“Sesudah diidentifikasi melalui pisau analisis, maka bisa dirumuskan mana saja isu dan masalah yang (bersifat) material baik bagi perusahaan atau pemangku kepentingannya. Dari sini peruashaan bisa menyusun yang namanya intervensi program yang tidak hanya pemberdayaan masyarakat, sosial karitatif dan konservasi, namun juga dari sisi operasional proyek, pelibatan pemangku kepentingan yaitu membangun relasi, advokasi kebijakan melalui asosiasi-asosiasi industri, hingga kepatuhan (pada peraturan),” jelasnya panjang lebar.

Untuk bisa mewujudkan hal itu semua, maka perusahaan perlu didorong agar melakukan kolaborasi lintas sektor. “Karena tidak ada satu masalah pun yang bisa dipecahkan oleh satu pihak sendiri,” ucap Ditto mengingatkan. “Kita harus mengedepankan stakeholder engagement dalam membangun relasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan.”

Lalu agar bisa mengomunikasikan pencapaian yang sudah dilakukan ke ranah nasional dan internasional, perlu menyelaraskan dengan standar-standar nasional dan global. “Misalnya dengan GRI, ISO 26000 : 2010, RSPO (untuk industri sawit), SDGs,” katanya. Saat ini dalam pelaporan keberlanjutan perusahaan, ditanyakan aktivitas yang mendukung salah satu dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Fenomena keempat adalah di mana setiap kegiatan CSR harus mendapatkan penghargaan. “Mengapa (CSR) sudah banyak dilakukan tap[I tak satupun mendapat award. Padahal di salah satu penilaian Proper disyaratkan perusahaan harus mendapatkan penghargaan untuk mendapatkan poin. Di sini teman-teman (perusahaan/organisasi) harus melihat bahwa dalam penyelengagraan award harus dilihat kapasitas para juri yang menilai. Karena sesungguhnya reputasi perusahaan baik dalam bidang bisnis, sosial, dan lingkungan, itu terbangun dari kinerja, perilaku, dan komunikasi.”

Kinerja terbangun dari program-program yang berdampak, kemudian perilaku dibangun dari bagaimana perusahaan atau organisasi melakukan engagement atau pelibatan dengan pemangku kepentingan, sementara komunikasi dari bagaimana cara kita mengemas kinerja dan perilaku yang baik tersebut sehingga membangun reputasi perusahaan. Komunikasi tersebut bisa dilakukan melalui pelaporan (keberlanjutan), dan yang jelas melibatkan keseluruhan strategi komunikasi termasuk bagaimana caranya melibatkan para pemangku kepentingan.

 

Ditto Santoso merupakan pakar Corporate Social Responsibility dan Senior Consultant – Head of Consultancy and Program Development di PT Bentang Alam Indonesia. Hingga saat ini aktif menulis buku seputar CSR popular mulai dari 22 Jurus Stakeholder Engagement, CID (Community Involment and Development), dan CSR dan Kolaborasi Lintas Sektor. Buku tersebut dapat dipesan melalui Rumah Bangga melalui kontak aplikasi Whats Apps 082 110 184 140.

banner