banner
Berita

Bagaimana Posisi NGO Atau LSM di Indonesia?

6148 views

Jakarta – Majalahcsr. Civil Society Organization (CSO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Goverment Organization (NGO) pada dasarnya mempunyai peran penting dalam agenda-agenda reformasi seperti penegakan supremasi hukum, pemberantasan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), otonomi daerah, dan lainnya.

Dalam kaitannya dengan hal ini, penting merefleksikan kembali bagaimana posisi dan peran CSO sebagai bagian dari pilar pembangunan demokrasi, meletakkan diri dan mengambil peranan dalam pencapaian ini. Untuk mengetahui posisi dan peran CSO, Konsil LSM Indonesia telah menyusun indeks keberlanjutan CSO Indonesia.

Laporan ini berisi indeks keberlanjutan CSO di 7 negara Asia yang menjadi lokasi studi yaitu Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Nepal, Filipina, Sri Lanka, dan Thailand. Adapun 7 dimensi yang dilihat dalam indeks ini adalah legal environment, organizational capacity, financial sustainability, advocacy, service provision, infrastructure, dan public image.

Secara umum, tingkat keberlanjutan CSO dari 7 negara di tahun 2016 berada pada Sustainability Envolving. Meski demikian tiap negara berbeda, misalnya Indonesia munculnya peraturan pelaksana UU Ormas yang mengatur tentang pendaftaran ormas, sedangkan di Bangladesh dan Kamboja, pemerintah setempat mulai melarang sejumlah donor sehingga berdampak pada menurunkan dukungan untuk CSO di sana.

Untuk Laporan CSO Sustainability Index (CSOSI) Indonesia tahun 2016 kali ini memperoleh skor 4.1, atau termasuk ke dalam kategori sustainability envolving (keberlanjutan yang berkembang secara gradual). Sebagai informasi, skor ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2014 dan 2015 yang juga 4.1.

“Hal ini bisa juga dikatakan bahwa keberlanjutan OMS Indonesia masih stagnan,” ujar penulis laporan CSOSI 2016, Rustam Ibrahim, rabu (14/2).

Indeks tertinggi ada di dimensi Financial Sustainability dengan skor 4.5, dan terendah ada di dimensi Advocacy dengan skor 3,5. Skor ini turun dari tahun sebelumnya yang berada pada level 3.6.

Melemahnya peran advokasi CSO ini tampaknya dipengaruhi oleh terbukanya kerjasama dengan pemerintah sebagai hasil dari reformasi birokrasi. Keterbukaan ini tidak lagi membutuhkan upaya advokasi sebagaimana yang dilakukan sebelumnya, karena dengan kesadaran sendiri, pemerintah telah melibatkan CSO dalam banyak hal terutama terkait pembangunan masyarakat.

Meskipun demikian, kondisi ini memberi sejumlah dampak yang tidak dapat diabaikan yaitu, kecenderungan masyarakat termasuk CSO yang lebih mentolerir aksi-aksi intoleran yang dilakukan sejumlah pihak/kelompok, dan nyaris hanya sedikit gerakan advokasi untuk melawannya.

“Posisi indonesia dibanding 7 negara ini selalu di posisi ke3, tidak terlalu buruk tapi juga tidak terlalu baik. Nomor 1 adalah Filipina,” ujar Ketua Board Konsil LSM Indonesia, Frans Tugimin.

banner