Sekjen DPP AKU, Iyuk Wahyudi :
Keluarga Berencana (KB) sangat populer pada jaman orde baru. Saat itu program dua anak cukup selalu digembar gemborkan oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menekan angka kelahiran. Kenapa angka kelahiran perlu dibatasi? agar program ekonomi yang dilakukan tepat, sesuai dengan rencana.
Dari program KB yang dilakukan secara masif oleh ibu-ibu peserta KB ini muncul kelompok-kelompok yang oleh pemerintah diberikan pinjaman dan dibina. Namun sayang, program ini menguap begitu saja seiring pergantian pemimpin di Indonesia.
Padahal, program yang mendapatkan dana bergulir dari pemerintah tersebut adalah Usaha Kecil Menegah (UKM) yang terbukti bahwa UKM menjadi penopang perekonomian saat krisis finansial seperti yang pernah terjadi beberapa tahun belakangan. Terlihat, walaupun perusahaan-perusahaan besar banyak yang gulung tikar, sektor ini tetap mampu mempertahankan bisnisnya.
Akhirnya, sektor UKM ini kemudian terbentur oleh kesulitan-kesulitan misalnya dana, bahkan pemasaran setelah program terhenti. Tak jarang tingkat pengetahuan akan kemasan juga masih harus ditingkatkan, sehingga judge a book by it’s cover bisa terjadi pada UKM.
MajalahCSR.ID berkesempatan untuk berbincang bersama salah satu pentolan Asosiasi Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (AKU), Iyuk Wahyudi di kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jakarta, untuk bertanya lebih lanjut mengenai tujuan AKU. Berikut petikannya;
Bagaimana AKU terbentuk?
Program Keluarga Berencana (KB) yang dilakukan secara masif oleh ibu-ibu dari perkotaan sampai pedesaan dan kemudian terbentuk kelompok ibu-ibu peserta akseptor KB, terakhir namanya adalah kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Kelompok Sejahtera (UPPKS).
Apa yang membuat program KB ini masif?
Pada jaman pak Haryono Suyono lahir istilah program Takesra Kakesra, yaitu negara memberikan bantuan lunak kepada kelompok UPPKS ibu-ibu yang menjadi peserta akseptor KB. Waktu itu setiap orang mendapatkan pinjaman lunak Rp500 ribu – Rp1 juta. Jadi kalau 1 kelompok ada 10 orang, 1 kelompok bisa mendapatkan Rp5 juta – Rp10 juta.
Program itu ternyata menjadikan pogram berencana semakin bergairah, karena seperti anak kecil yang diajak kumpul dan dikasih permen, maka mereka akan datang dengan senang hati. Program takesra kakesra itu sebagai pemanis agar KB bisa berkembang secara masif.
Apa hubungannya dengan AKU?
Kelompok UPPKS ini merupakan salah satu wujud implementasi dari beyond family planning, artinya usaha peningkatan kesejahteraan keluarga itu tidak semata-mata hanya melalui pembatasan, pengaturan kelahiran, tapi bagaimana agar keluarga diberi akses agar bisa memberdayakan secara ekonomi.
Lalu?
Pasca resormasi, kita juga tahu dan sadar, rezim pemerintah saat itu tampak tidak terlalu perduli dengan KB. Tidak ada upaya sampai ke desa-desa untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat bagaimana pentingnya KB. Bahkan pada 2002 -2003, program bantuan langsung untuk kelompok dihentikan, tidak ada lagi bantuan atau dana bergulir kepada kelompok UPPKS.
Sejak itu kelompok UPPKS yang sudah terbentuk, yang jumlah anggotanya sudah sampai 12ribu diseluruh indonesia seperti anak ayam kehilangan induk. Mereka sudah terlanjur terbentuk, kemudian dibina, kemudian kehilangan dukungan.
Siapa yang mencetuskan program ini?
Beberapa sesepuh di BKKBN berinisiatif untuk kemudian membentuk Asosiasi Kelompok UPPKS atau AKU. Jadi kelahiran AKU adalah usaha untuk menggantikan sebagian peran dari negara untuk membantu kelompok UPPKS mendapatkan akses pembinaan, akses pemberdayaan, melalui sumber pinjaman yang bisa diakses. Kemudian juga peningkatan kapasitas bagi anggota kelompok UPPKS, baik training, studi banding, magang dan sebagainya.
Berapa jumlah total anggota AKU?
Total anggota dan potensial anggota ada sekitar 700 ribu anggota UPPKS dari total 1,2 juta yang tercatat di BKKBN. Namun tidak semua aktif, sebagian besar mati suri karena kebijakan pemerintah yang menghentikan program.
Apa saja yang AKU lakukan?
Yang kita lakukan di berbagai daerah sebetulnya beragam. Seperti di Yogyakarta saja sejak 2006 kita sudah membentuk koperasi AKU, yang sudah mendapatkan pinjaman dari koperasi AKU sekitar 8000 anggota dari total 80.000 anggota yang berada di Yogya. Tahun 2016 ketika kami masuk kepengurusan di pusat, AKU menjalin kerjasama dengan bank Arta Graha Internasional. Kerjasama ini untuk pinjaman chanelling bagi anggota-anggota kelompok UPPKS, setiap anggota mendapatkan pinjaman Rp3 juta – Rp5 juta.
Berapa yang sudah mendapatkan bantuan?
Selama 6 bulan berjalan bersama dana koperasi Danatama Syariah juga sudah terealisasi sekitar Rp6 miliar. Jumlah anggota yang tersalur hampir 3500 orang.
Ada target?
Target yang diharapkan oleh Bank Arta Graha untuk pijaman ini dalam jangka waktu 1 tahun kedepan sebesar Rp80 miliar khusus untuk wilayah Jawa.
Biasanya mereka dibantu dengan usaha dibidang apa saja?
Biasanya kita membantu usaha yang sangat mikro. Misalnya di kampung-kampung kita lihat pedagang serabi yang subuh-subuh sudah berjualan, kemudian jam 10 sudah pulang. Ada juga yang berjualan emping melinjo, kalau didaerah kuningan pedagang tutut. Jadi usaha-usaha yang berbasis keluarga yang sifatnya harian, tapi ada juga usaha kerajinan yang angsurannya dilakukan mingguan.
Bagaimana tingkat pengembalian kreditnya?
Pencapaian atau progress report dilihat dari sisi kelancaran pinjaman, saat ini masih 0% untuk tingkat kemacetannya. Kalaupun ada yang macet masih tetap dibawah 1%, sangat baik kalau kita membandingkan standar Bank Indonesia yang penentuan Non Performing Loan-nya 5%.
Ini masih di pulau Jawa, sedangkan BKKBN mencakup seluruh indonesia. Kapan mencakup lainnya?
Sebetulnya 2017 sudah mulai diluar Jawa. Bulan maret mendatang akan ada Rakernas AKU yang salah satu rencana kegiatannya adalah penandatanganan MoU antara AKU dengan Bank Sulselbar, yaitu untuk penyaluran pinjaman bergulir kepada kelompok UPPKS di wilayah Sulawesi Selatan, Barat dan sekitarnya.
Hanya untuk sarana pinjaman / menyalurkan dana juga?
Pertama yang dilakukan adalah penyaluran pinjaman, kedua peningkatan kapasitas usaha, misalnya dengan memberikan akses training atau pelatihan, akses pasar, kemudian pendirian workshop atau showroom untuk produk-produk UPPKS dan kegiatan lainnya.
Selain itu?
AKU sudah melakukan kerjasama lain, dengan beberapa BUMN. Bahkan di awal-awal AKU dulu, AKU Yogya sudah melakukan kerjasama dengan BTN, Garuda, Microsoft, Carrefour. Bahkan Carrefour di Yogya memberikan slot ruangan untuk produk-produk kerajinan dari mitra binaan AKU.
Jadi tidak hanya lembaga finansial?
Iya, karena kita mengacu ke kajian, bahwa permasalahan UPPKS itu tidak semata-mata hanya dari aspek permodalan, tapi juga akses pasar. Kalau bisa membuat produk tertentu tapi tidak bisa menjual kan sama saja. Jadi yang kita lakukan memberi bantuan akses permodalan, akses pasar dan akses teknologi. Bagaimana membuat desain yang baik, bagaimana produk-produk tersebut kemudian memikirkan perizinan yang baik.
Target untuk menjangkau seluruh indonesia?
Bisa dilihat di website kita AKU.co.id, tahun pertama kemarin konsolidasi AKU seluruh Indonesia, jadi beberapa kepengurusan AKU didaerah kita refresh kembali. Setelah kepengurusan kemudian terbentuk, kita berikan tugas ke pengurus baru. Pertama mendata anggota UPPKS di daerahnya, sebisa mungkin by address. Karena untuk sumber dana sudah tidak ada masalah lagi.
Alokasi dana setahun Rp80 miliar. Kendalanya justru untuk mendapatkan data base yang valid, mengingat data dari pemerintah kadang-kadang menurut saya 50% saja betul sudah hebat, saya tidak mau itu dijadikan komoditas, mengingat hal ini terkait reputasi kita. Target 5 tahun kedepan di masa kepengurusan kami 50% wilayah sudah kita sentuh.